Langkah OPPO kali ini terbilang berani, atau mungkin bisa disebut sebagai sebuah anomali. Di harga Rp1,6 juta, kita biasanya hanya disuguhi layar dengan tingkat kecerahan pas-pasan dan pergerakan layar yang standar. Namun, OPPO A6 datang dengan panel LCD 6,75 inci yang sudah mendukung refresh rate 120Hz. Bagi pengguna yang terbiasa melakukan doom scrolling di media sosial, fitur ini memberikan sensasi kelembutan visual yang biasanya hanya bisa dinikmati di ponsel kelas menengah ke atas.
Tak hanya mulus, layar OPPO A6 pun "galak" di bawah terik matahari. Dengan klaim High Brightness Mode mencapai 1.125 nits, keluhan layar HP yang gelap saat memesan ojek daring atau membalas pesan di luar ruangan tampaknya akan menjadi cerita lama. Resolusi HD+ yang diusungnya memang terasa standar, namun kompensasi berupa kelancaran visual dan kecerahan yang mumpuni membuat paket layar ini terasa sangat mewah untuk harga di bawah dua juta rupiah.
Kejutan di Balik Kap Mesin: Kecepatan UFS 2.2
Hal yang paling menarik perhatian dari kacamata teknis sebenarnya bukan terletak pada chipset Snapdragon 685 yang digunakan OPPO A6—karena chipset ini sudah cukup lazim—melainkan pada jenis penyimpanan internalnya. Di saat mayoritas pesaingnya masih setia menggunakan eMMC yang lamban, ponsel ini sudah mengadopsi UFS 2.2.
Bagi pengguna awam, istilah ini mungkin terasa teknis, namun dampaknya sangat terasa dalam penggunaan nyata. Kecepatan baca dan tulis data yang 2-3 kali lebih kencang membuat proses membuka aplikasi, memindahkan file, hingga loading game terasa jauh lebih responsif. OPPO seolah paham bahwa RAM besar tak akan berarti banyak jika jalur penyimpanan datanya lambat. Inilah yang membuat performa harian OPPO A6 terasa lebih lincah dan minim jeda dibandingkan HP murah pada umumnya.
Baterai "Badak" dan Ketahanan Fisik
Satu fitur yang diprediksi akan menjadi favorit banyak orang adalah baterai jumbo OPPO A6 yang berkapasitas 6.500 mAh. Dalam pengujian ekstrem, daya tahannya benar-benar luar biasa; bermain game atau maraton menonton video berjam-jam hanya mengonsumsi persentase baterai yang sangat kecil. Fitur reverse charging pun disematkan, memungkinkan ponsel ini berbagi daya untuk perangkat lain dalam keadaan darurat.
Ketangguhan ini pun dibawa ke ranah fisik melalui sertifikasi IP64. Meski tidak disarankan untuk dibawa berenang, setidaknya pengguna tak perlu panik saat harus menembus hujan gerimis atau tak sengaja terkena tumpahan air minum. Ini adalah nilai tambah keamanan yang sangat krusial bagi mereka yang memiliki mobilitas tinggi di luar ruangan.
Seni Berkompromi: Kamera dan Pengisian Daya
Tentu saja, di rentang harga sesensitif ini, ada harga yang harus dibayar. Kamera utama 13MP milik OPPO A6 bekerja cukup baik untuk mengabadikan momen di siang hari, namun jangan berharap hasil yang estetik di kondisi minim cahaya. Gambarnya cenderung kusem dengan rentang dinamis yang sempit. Kamera ini lebih berfungsi sebagai "penangkap bukti" ketimbang instrumen kreativitas fotografi profesional.
Selain itu, kesabaran pengguna benar-benar diuji saat mengisi daya. Dengan baterai sebesar itu dan hanya didukung pengisian 15W, butuh waktu hampir tiga jam untuk mengisi daya hingga penuh. Strategi terbaik bagi pemilik OPPO A6 adalah melakukan pengisian daya di malam hari saat tidur agar tidak terasa membosankan.
Catatan Akhir: Pilih Varian dengan Bijak
OPPO A6 adalah bukti bahwa pasar entry-level kini semakin dewasa. Namun, satu catatan penting bagi calon pembeli: pilihlah varian dengan bijak. Varian 4/64GB atau 4/128GB adalah juaranya dari segi nilai banding harga. Namun, jika Anda melirik varian RAM 6GB yang harganya menembus dua juta rupiah, keunggulannya mulai memudar karena absennya fitur seperti NFC dan gyroscope yang mulai umum di rentang harga tersebut.
Pada akhirnya, OPPO A6 bukan sekadar menang di "branding" doang. Dengan kombinasi layar 120Hz, memori UFS, dan baterai badak, OPPO berhasil memberikan standar baru tentang apa yang seharusnya didapatkan konsumen dari sebuah ponsel berbudget terbatas.
