![]() |
via Getty Image |
Pernahkah kamu sedang asyik menonton drama Korea, tiba-tiba salah satu karakternya mengumpat dengan ekspresi frustrasi yang begitu meyakinkan, lalu terdengar kata, "Shibal!"? Bagi telinga yang belum terbiasa, kata itu mungkin terdengar asing. Namun, bagi para penggemar K-pop dan K-drama, kata "Shibal" (씨발) sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari kosakata sehari-hari di media sosial.
Meski sering kita jumpai dalam komentar atau meme, "Shibal" bukanlah sekadar kata biasa. Dalam bahasa aslinya, kata ini adalah makian yang sangat kasar, setara dengan umpatan paling buruk dalam bahasa kita. Penggunaannya di Korea Selatan pun sangat sensitif, terutama di hadapan orang yang lebih tua. Mengucapkannya di muka umum bisa dianggap sangat tidak sopan.
Lalu, kenapa kata ini justru viral di media sosial?
Jawabannya ada pada kekuatan media. Drama Korea punya cara unik untuk merekam emosi manusia. Ketika seorang karakter di layar mengumpat "Shibal" karena kesal, kecewa, atau marah, ekspresi itu terasa begitu nyata dan relatable. Kita sebagai penonton ikut merasakan emosinya. Momen-momen ini kemudian diabadikan dalam bentuk meme, potongan video, atau caption yang kocak.
Seiring waktu, makna "Shibal" di media sosial pun bergeser. Kita tidak lagi menggunakannya untuk benar-benar mengumpat, melainkan lebih sebagai "bahasa sandi" untuk mengekspresikan kekesalan kecil yang terasa begitu dramatis. Misalnya, saat loading internet sangat lambat atau saat smartphone tiba-tiba mati. Kata "Shibal" ini jadi semacam pelampiasan emosi yang lucu, bukan lagi umpatan yang serius.
Dengan kata lain, "Shibal" menjadi semacam simbol ekspresi universal yang melintasi batas bahasa. Kita semua pernah merasa frustrasi, dan kata ini seolah menjadi cara singkat dan dramatis untuk mengatakan, "Saya kesal!". Namun, ada baiknya kita tetap memahami bahwa di balik tren viralnya, "Shibal" tetaplah kata yang sensitif di budaya asalnya. Menggunakannya dengan bijak adalah cara terbaik untuk menunjukkan apresiasi kita pada budaya tersebut.
Jadi, lain kali kamu melihat "Shibal" di linimasa, ingatlah: itu bukan cuma umpatan, melainkan bahasa emosi yang lahir dari layar kaca, dan kini menjadi bagian dari percakapan digital kita.