Di tengah hiruk pikuk perdagangan global, investor di Indonesia dan Amerika Serikat terus mencermati setiap pergerakan pasar. Hari ini, 19 Juni 2025, menjadi penanda penting bagi para pelaku pasar untuk menavigasi lautan informasi, mulai dari keputusan suku bunga hingga tensi geopolitik yang tak kunjung mereda. Pertanyaannya, apa yang harus kita soroti hari ini dan bagaimana tren seminggu terakhir akan membentuk langkah selanjutnya?
IHSG Berjuang di Tengah Tekanan Jual Asing
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Indonesia tampaknya masih harus berjuang keras hari ini. Setelah ditutup melemah 0,67% ke posisi 7.107,78 kemarin, IHSG diprediksi akan bergerak variatif dengan kecenderungan melemah pada perdagangan hari ini. Analis memperkirakan level support di 7.050 dan 6.990, sementara resistance berada di 7.165 dan 7.220.
Salah satu momok utama yang membayangi pergerakan IHSG adalah aksi jual bersih oleh investor asing. Pada perdagangan Rabu (18 Juni), net foreign sell di pasar reguler BEI tercatat sebesar Rp689,28 miliar. Fenomena ini, yang sudah berlangsung cukup lama, menjadi indikator kehati-hatian investor global terhadap pasar Indonesia.
Meskipun demikian, ada secercah harapan dari sektor komoditas. Penguatan harga pada sebagian besar komoditas unggulan seperti minyak mentah, batubara, CPO, gas alam, nikel, timah, dan bubur kertas, dapat memberikan sentimen positif bagi emiten terkait. Sektor-sektor ini mungkin menjadi penopang IHSG di tengah tekanan jual asing.
Keputusan Bank Indonesia (BI) pada pekan ini untuk mempertahankan BI Rate di 5,50% juga menjadi sorotan. Langkah ini, meski sudah diantisipasi, tetap berdampak pada pergerakan saham-saham perbankan besar yang kemarin menunjukkan pelemahan. Stabilitas suku bunga ini menjadi sinyal dari BI bahwa mereka masih fokus pada pengendalian inflasi dan stabilitas nilai tukar Rupiah di tengah gejolak eksternal.
Di sisi lain, harga emas Antam hari ini justru tergerus Rp6.000 per gram menjadi Rp1.937.000 per gram. Penurunan ini mungkin mengindikasikan bahwa investor sedang beralih ke aset lain atau sedang menunggu momentum yang lebih baik untuk berinvestasi di emas.
Wall Street Menunggu Isyarat The Fed dan Geopolitik
Beralih ke seberang samudra, pasar saham Amerika Serikat juga menghadapi dinamika yang kompleks. Federal Open Market Committee (FOMC) baru saja merilis keputusan yang sudah banyak diprediksi: mempertahankan suku bunga acuan di kisaran 4,25%-4,5% untuk keempat kalinya secara berturut-turut. Ini menunjukkan sikap hati-hati The Fed dalam mengelola ekonomi di tengah inflasi yang masih persisten.
Dalam proyeksi terbarunya, The Fed menaikkan estimasi inflasi menjadi 3% di tahun 2025 – sebuah angka yang masih di atas target 2% mereka. Sementara itu, proyeksi pertumbuhan PDB dipangkas menjadi 1,4%. Hal ini mengindikasikan bahwa tantangan ekonomi di AS masih nyata. Meskipun demikian, "dot plot" The Fed masih mengindikasikan dua kali pemotongan suku bunga sebesar 25 basis poin di tahun 2025, memberikan sedikit optimisme bagi pasar.
Namun, ketidakpastian tetap tinggi. Ketua The Fed, Jerome Powell, secara terbuka menyatakan kekhawatirannya terhadap ketegangan tarif dan krisis di Timur Tengah. Potensi kenaikan tarif, terutama jika kebijakan proteksionis semakin mengemuka, dapat mendorong harga naik dan membebani aktivitas ekonomi. Ini adalah peringatan keras bagi para pelaku pasar untuk tetap waspada.
Pada perdagangan semalam, pasar AS ditutup bervariasi. Dow Jones turun 0,10%, S&P 500 turun 0,03%, sementara Nasdaq Composite berhasil naik 0,13%. Pergerakan yang beragam ini menunjukkan bahwa sentimen investor belum seragam dan sangat tergantung pada sektor serta berita spesifik. Menariknya, harga minyak mentah dan emas justru menguat setelah keputusan The Fed, didorong oleh kekhawatiran konflik di Timur Tengah yang dapat mengganggu pasokan.
Apa yang Harus Kita Soroti Minggu Ini?
Untuk Indonesia:
Pekan ini diwarnai oleh keputusan BI yang menahan suku bunga, sebuah langkah yang menenangkan pasar namun juga menunjukkan kehati-hatian. IHSG masih berjuang untuk menemukan momentum di tengah tekanan jual asing. Investor juga mencermati berbagai data ekonomi seperti inflasi, suku bunga, tingkat pengangguran, surplus neraca perdagangan, penjualan ritel, dan penjualan mobil, yang secara keseluruhan menunjukkan gambaran ekonomi yang beragam. Musim dividen final yang telah berlalu mungkin juga mengurangi tambahan likuiditas di pasar. Beberapa saham yang patut dicermati hari ini antara lain BRPT, ANTM, TLKM, INTP, BTPS, dan ADMR, berdasarkan rekomendasi analis.
Untuk Amerika Serikat:
Keputusan The Fed untuk menahan suku bunga menjadi highlight utama. Namun, pasar akan terus memantau pidato Jerome Powell dan data ekonomi AS, terutama klaim pengangguran awal yang menunjukkan sedikit penurunan, memberikan gambaran positif tentang pasar tenaga kerja. Kekhawatiran geopolitik di Timur Tengah tetap menjadi faktor dominan yang mempengaruhi harga komoditas dan aset safe-haven seperti dolar AS dan emas. Indeks S&P 500 dan Nasdaq, yang sempat bangkit kembali dari penurunan sebelumnya, menunjukkan potensi kenaikan mingguan, meskipun di akhir periode pasar AS menunjukkan pergerakan yang lebih bervariasi.
Kesimpulan: Navigasi di Tengah Badai
Pasar saham global saat ini berada dalam periode yang menantang. Investor di seluruh dunia, dari Jakarta hingga Wall Street, harus ekstra hati-hati dalam mengambil keputusan. Kebijakan moneter bank sentral, dinamika inflasi, serta perkembangan geopolitik yang tidak terduga menjadi variabel-variabel kunci yang akan terus membentuk pergerakan pasar. Memahami dan mengantisipasi potensi dampak dari faktor-faktor ini akan menjadi kunci keberhasilan bagi setiap investor. Tetap terinformasi, lakukan riset mendalam, dan selalu pertimbangkan profil risiko Anda dalam setiap keputusan investasi.
